Gagasan.

Upaya untuk Membebaskan WNI yang Disandera Kelompok Abu Sayyaf

POSTED : 02 August 2016 | CATEGORY : Media | TAGS:

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, perwakilan keluarga korban sandera, Dian Megawati, bersama anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Irine Yusiana Roba Putri dan Charles Honoris, usai membahas perkembangan upaya pembebasan sandera. (Sumber: Foto BeritaSatu/Natasia Christy)

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, perwakilan keluarga korban sandera, Dian Megawati, bersama anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Irine Yusiana Roba Putri dan Charles Honoris, usai membahas perkembangan upaya pembebasan sandera, Senin (1/8). (Sumber: Foto BeritaSatu/Natasia Christy)

Pada akhir Juni 2016, tujuh WNI kembali disandera oleh kelompok teroris Abu Sayyaf. Tujuh WNI tersebut adalah awak kapal tunda (tug boat) Charles, yakni Ferry Arifin (nahkoda), Mabrur Dahri, Suryono, Ismail, Moh. Nasir, Moh. Sofyan, dan Robin Peter. Untuk memastikan upaya pemerintah sudah maksimal dalam pembebasan mereka, Irine Yusiana Putri dan Charles Honoris dari Komisi I DPR RI mengunjungi Kementerian Luar Negeri pada Senin (1/8) bersama salah satu istri anak kapal.

Dian Megawati Ahmad, istri dari Ismail, menyatakan dirinya membutuhkan informasi sebanyak mungkin tentang keadaan suaminya dan apa solusi pemerintah untuk keadaan ini. Selama ini, ia dan anggota keluarga lain hanya mendapat informasi tentang suaminya dari media massa.

Irine Yusiana Roba mengatakan bahwa kehadirannya untuk memastikan bahwa pemerintah Indonesia tengah berupaya sebaik mungkin dalam pembebasan sandera WNI. “Saya juga ingin memastikan ada saluran komunikasi yang terbuka antara keluarga korban dan pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri. Jangan sampai keluarga korban hanya mendapat kabar dari media,” kata Irine Yusiana.

Charles Honoris menambahkan, dirinya berharap pusat krisis (crisis center) bisa lebih aktif menginformasikan kondisi terbaru dari situasi penyanderaan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf. “Kita akan kawal supaya kerjasama antara pemerintah Indonesia, perusahaan kapal, dan keluarga korban berjalan dengan baik,” kata Charles Honoris.

Di samping itu, Irine Yusiana juga berharap media bisa memberikan informasi yang sungguh akurat dan bijaksana terkait kondisi ini, karena penyanderaan adalah situasi yang rentan. “Kita mencatat bahwa Abu Sayyaf pernah membunuh dua warga negara Kanada karena, menurut laporan media, pemerintah Kanada menolak membayar tebusan. Di sisi lain, kita pun tidak ingin negara kita menjadi objek pemerasan Kelompok Abu Sayyaf. Jadi kita semua harus hati-hati dalam situasi yang serius ini,” kata Irine Yusiana.

Hal lain yang dibicarakan dalam pertemuan itu adalah tindak lanjut kesepakatan kerjasama antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam mengamankan Perairan Sulu, Perairan timur Sabah, Malaysia, dan wilayah sekitarnya yang sering digunakan Abu Sayyaf dalam menculik awak kapal. Kerjasama itu menyepakati adanya patroli laut bersama di daerah-daerah rawan Kelompok Abu Sayyaf, namun hingga saat itu patroli bersama itu belum juga terwujud.